SandiFakta – Aktivitas tambang ilegal di Desa Pagerejo, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo, semakin memicu keresahan warga. Kegiatan penambangan pasir tanpa izin tersebut dituding merusak lingkungan sekaligus mengancam keselamatan masyarakat.
Meski statusnya jelas melanggar hukum, tambang yang disebut-sebut dikelola oleh dua orang berinisial Angga dan Feri hingga kini masih terus beroperasi. Bahkan, alat berat jenis backhoe terlihat digunakan di lokasi tambang, dengan dugaan pasokan bahan bakar minyak (BBM) yang melibatkan oknum aparat berinisial RM.
“Tambang ini jelas merugikan masyarakat dan lingkungan. Jangan sampai ada korban dulu baru ditindak. Kami minta aparat jangan tutup mata,” ujar salah seorang warga setempat, Senin (29/9/2025).
Praktik tambang ilegal tidak hanya berpotensi merusak ekosistem, tetapi juga memiliki konsekuensi hukum yang berat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 158 menyebutkan setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dapat dipidana penjara hingga 10 tahun serta denda maksimal Rp10 miliar.
Selain itu, tambang ilegal juga melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam aturan tersebut, pelaku dapat dikenai pidana 1–10 tahun penjara serta denda Rp1–10 miliar.
Meski ancaman pidana sudah jelas, warga menilai aparat penegak hukum dan pemerintah daerah terkesan melakukan pembiaran. Kondisi ini membuat masyarakat mempertanyakan komitmen negara dalam menegakkan hukum di sektor pertambangan.
Warga Desa Pagerejo menegaskan penutupan tambang secara total adalah solusi yang paling tepat. Mereka menilai langkah setengah hati, seperti sekadar memberi teguran, hanya akan memperpanjang praktik tambang ilegal dan memberi ruang bagi pelaku untuk meraup keuntungan pribadi dengan mengorbankan keselamatan masyarakat.
“Kalau hukum masih berlaku di negeri ini, tutup tambang itu sekarang juga. Jangan tunggu bencana datang baru semua berpura-pura sibuk,” kata warga lain dengan nada kesal.
Kekhawatiran warga bukan tanpa alasan. Aktivitas tambang pasir tanpa pengelolaan yang benar berpotensi menimbulkan bencana lingkungan, seperti longsor, kerusakan aliran sungai, hingga menurunnya kualitas air tanah. Dalam jangka panjang, dampaknya dapat merugikan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat sekitar.
Publik kini juga menyoroti adanya dugaan beking dari oknum tertentu yang membuat tambang ilegal tersebut tetap berjalan tanpa hambatan. Pasalnya, meskipun aktivitas tambang sudah lama berlangsung, penindakan tegas dari aparat tak kunjung dilakukan.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah aparat penegak hukum dan pemerintah daerah Wonosobo benar-benar berpihak pada rakyat serta kelestarian lingkungan, atau justru tunduk pada kepentingan segelintir pihak yang merusak bumi?
Masyarakat menegaskan desakan agar tambang ilegal di Desa Pagerejo segera ditutup total. Mereka berharap aparat penegak hukum bertindak cepat, tanpa menunggu bencana terjadi.
“Penegakan hukum harus berlaku untuk semua orang, bukan hanya untuk rakyat kecil. Kalau tambang ilegal ini dibiarkan, sama saja negara membiarkan rakyatnya jadi korban,” ujar warga lainnya.
Kasus tambang ilegal di Wonosobo kini menjadi ujian serius bagi aparat penegak hukum dan pemerintah daerah. Masyarakat menunggu apakah penegakan hukum akan benar-benar dijalankan, atau justru berhenti di tengah jalan karena kepentingan tertentu.